
Bandung — Kereta Api Serayu jurusan Pasar Senen Jakarta-Kroya anjlok di kilometer 223 + 4/5, tepatnya di Desa Sukamaju, Kecamatan Kersamana, Cibatu, Kabupaten Garut, antara Stasiun Warung Bandrek dan Stasiun Bumi Waluya Garut, Sabtu (21/4) dini hari, sekitar pukul 03.20 WIB.
Akibat peristiwa itu, dua gerbong masuk ke jurang sedalam 5-6 meter dan dua lainnya tergantung di jurang.
Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Dari 600 penumpang yang tercatat, 24 di antaranya menderita luka berat dan 10 penumpang luka ringan. Mereka yang luka-luka untuk sementara ini menjalani perawatan di sejumlah Puskesmas dan rumah sakit di Garut. Penumpang yang selamat sebagian telah dievakuasi menuju Stasiun Bumi Waluya untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju Kroya.
Akibat lain dari anjloknya KA Serayu ini, perjalanan tiga kereta api, yakni Argo Wilis jurusan Bandung-Surabaya, Lodaya jurusan Bandung-Solo, dan Pasundan Ekonomi jurusan Bandung-Surabaya dialihkan lewat Cikampek. Pengalihan ini berimbas pada mundurnya jam tiba kereta api setidaknya tiga jam dari jadwal. Selama proses evakuasi belum selesai, jalur utara praktis belum dapat dilalui.
Menurut Kahumas PT KA Daops 2 Bandung, Sukendar Mulya, yang dihubungi SH, KA itu dimasinisi oleh Ratno dan asisten masinis Deden, membawa enam rangkaian kereta penumpang kelas ekonomi dan satu kereta makan.
Dari enam rangkaian kereta, gerbong nomor 2 dan 3 anjlok, sedangkan gerbong 4 dan 5 terguling lalu terseret longsoran dan kini berada di jurang dengan kedalaman antara 5-6 meter.
Dugaan sementara penyebab anjloknya KA Serayu, menurut Kepala Humas PT Kereta Api Noor Hamidi, karena di lokasi tersebut terjadi longsor sebagai akibat hujan deras yang terjadi pada Jumat (20/4) malam sampai Sabtu dini hari tadi sekitar pukul 02.00 WIB.
Sampai saat ini, proses evakuasi terus dilakukan, namun belum maksimal karena di lokasi tersebut masih berpotensi terjadi longsor dan ada gerbong yang posisinya tergantung di jurang. Meskipun demikian, Noor Hamidi berharap proses evakuasi dapat diselesaikan dalam waktu 24 jam.
Menurut Sukendar Mulya, longsor itu sama sekali di luar perkiraan PT KA, karena selama ini tidak pernah terjadi longsor di kawasan tersebut sehingga PT KA tidak melakukan pengawasan selama 24 jam. Selama ini, titik-titik rawan longsor adalah Lebakjero, Leles, dan Nagrek.
Ketika ditanya tentang kemungkinan memindahkan jalur KA di Desa Sukamaju ke tempat lain, Sukendar menjelaskan bahwa jalur itu tidak mungkin dipindahkan karena di sekitarnya merupakan tebing-tebing.
Kalaupun harus dibangun di lokasi baru, biaya yang dibutuhkan tinggi sehingga sulit bagi PT KA untuk mewujudkannya. Tetapi dengan kejadian ini, jalur tersebut akan diawasi lebih ketat. Jalur tersebut sudah ada sejak zaman Belanda.
Dana Pemeliharaan
Sebelumnya, tidak jauh dari lokasi kejadian, juga terjadi kereta anjlok yang dialami oleh KA Lodaya. Penyebabnya juga tanah longsor setelah diguyur hujan. Sukendar mengakui bahwa jalur KA yang ada di Garut memang merupakan titik rawan longsor yang harus terus diwaspadai, terutama pada saat musim hujan.
Terkait dengan anjloknya KA Serayu di kilometer 223 + 4/5, tepatnya di Desa Sukamaju, Kabupaten Garut itu, pemerhati masalah perkeretaapian Djoko Sedyowarno menegaskan kecelakaan tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi jika pemerintah tidak mengabaikan proses pemeliharaan jalur kereta yang selama ini menjadi beban tugasnya.
Selain itu, ketika rel tersebut dibangun pada zaman Belanda, kondisi lingkungan sekitar rel masih sangat hijau, tapi sekarang tidak lagi. Kondisi yang tidak hijau itulah yang membuat areal sepanjang jalur KA mudah longsor jika terjadi hujan lebat. “Selama ini, pemerintah hanya menyiapkan dana untuk membangun jalur baru, tetapi tidak mengalokasikan dana untuk memelihara jalur yang ada, malah menyerahkan pemeliharaannya pada PT Kereta Api selaku operator,” katanya. (*)
Copyright © Sinar Harapan 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar